Gampong Pande, Meneropong Banda Aceh Masa Lalu


IMG_20140424_123349
Gapura Gampong Pande (Foto: Iqbal Perdana/ sukatulis.wp.com)

Pastikan anda pernah mengunjungi Gampong Pande. Sebuah desa di ujung kota Banda Aceh, ibukota Provinsi Aceh. Gampong (Desa) ini telah menjadi tujuan pelayaran sejak berabad-abad sebelum masehi silam oleh pelaut Paoenisia atau lebih dikenal dengan Samal-Bajao, merujuk pada bait-bait literal perpustakan Alexandria (Iskandariyah) dan Injil (Thomas Braddel, “The Ancient Trede of The Indian Archipelago”, Jil II No: 3, 1857).

King of Solomon (Nabi Sulaiman a.s) menyarankan Pelaut Paoenisia agar berlayar ke arah timur, mencari gunung Ophir, yaitu wilayah yang banyak menyimpan emas, Gampong Pande sekarang. Setelah tiga tahun berlayar, mereka berhasil kembali beserta harta (emas) yang melimpah.

Sejak saat itu, pelayaran ke timur dunia semakin marak, khususnya Aceh, Gampong Pande. ”Geograpike Uplehesis” (301SM), sebuah buku yang ditulis oleh seorang Menteri dari Maharaja Iskandar Zulkarnaen, Ptolemaeus, memperkenalkan Aureachersoneseus (Pulau Emas) kepada dunia lengkap dengan peta sebuah pulau bernama Jabadiou (Sumatera).

Setelah ± 400 SM, Aceh dijuluki oleh orang arab sebagai Al Ramni, sedang orang Tionghoa menyebut Aceh sebagai Lan-Li, Lam-Wuli, Nan-Wuli, Nan-Poli. Sebenarnya Lamuri.

Namun istilah-istilah itu berganti dengan Achem (Acheh) sejak kedatangan Bangsa Portugis yang dipimpin oleh Marcopolo dan berganti menjadi Kuta Raja (Kota para raja) oleh Belanda. Memang, letak geografis Aceh merupakan pintu masuk pelayaran barat menuju timur, begitu sebaliknya.

Sehingga Aceh menjadi kota transit para pedagang dunia. Hal ini turut membantu peningkatan perekonomian kerajaan islam di Aceh pada masa itu. Bahkan emas Aceh dijual sampai ke benua Eropa. Selain terkenal dengan emas beserta lokasi pengrajin emas yang saat ini dijadikan nama sebuah lorong Desa Gampong Pande, “Kuta Diblang”.

Desa wisata ini juga terkenal dengan sejarah Islamnya. Sebelum kerajaan Pasai, Kerajaan Islam telah lahir di desa ini, dipimpin oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan kerajaan Hindu/ Budha Indra Purba dengan ibu kota Bandar Lamuri kala itu.

IMG_20140424_121333
Komplek Makam Tuan Di Kandang (Foto: Iqbal Perdana/ sukatulis.wp.com)

Banda Aceh pun kemudian dinisbatkan sebagai kota Islam tertua di Asia Tenggara. Kota ini pernah menjadi sangat terkenal sebagai Bandar Aceh Darussalam ketika masa gemilangnya kerajaan Aceh, Sultan Ali Mughayat Syah yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam selama sepuluh tahun berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara.

Diikuti oleh Sultan Iskandar Muda yang membangun Banda Aceh sebagai pusat perdagangan maritim, khususnya untuk komoditas lada yang pada saat itu sangat diminati pedagang Eropa. Sultan Alaidin Johan Syah dinisbatkan sebagai pendiri Kota Banda Aceh, namun beliau dimakamkan di Gunong Drien (Glee Drien), Lambirah Sibreh, Kecamatan Suka Makmur, Aceh Besar.

Anda akan menemukan singgahsana terakhir para Sultan Aceh di Desa Gampong Pande. Komplek makam itu merupakan cagar budaya di bawah naungan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

IMG_20140424_115633
Tugu Nol Kota Banda Aceh (Foto: Iqbal Perdana/ sukatulis.wp.com)

Banda Aceh Dari Masa ke Masa

Banda Aceh ibarat kota yang dibangun di atas puing-puing. Seperti apa perjalanan kota pesisir ini dari masa ke masa?

Fase Pertama Masa kerajaan Aceh 22 April 1205 -1903

  • Banda Aceh pada masa kerajaan Aceh dibangun di atas ‘puing’reruntuhan Kerajaan Lamuri (Hindu) di Aceh.
  • Banda Aceh menjadi lautan api pada 23 Oktober 1675 saat kerajaan Aceh Darussalam diperintahkan oleh Seri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin akibat perang saudara

Fase Kedua Masa pendudukan Belanda

  • Belanda memborbardir Banda Aceh usai memberikan ultimatum perang pada 26 Maret 1873.
  • Belanda membangun Kuta Radja (nama yang diberikan Belanda untuk Banda Aceh) di atas puing kerajaan Aceh. Meletusnya Perang Aceh terjadi pada 1873 hingga 1904.
  • Banda Aceh diserang wabah kolera sekitar tahun 1878 hingga 1879.

Fase Ketiga Era Kemerdekaan

  • Gubernur Aceh Ali Hasjmy mengganti nama Kuta Radja menjadi Banda Aceh pada 9 Mei 1963. Perubahan ini atas dasar surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Nomor: Des.52/1/43-43 tanggal 9 Mei 1963.

Fase Keempat Pasca Tsunami

  • Wali Kota Banda Aceh, Almarhum Mawardy Nurdin, membangun kembali Banda Aceh usai dihantam tsunami 26 Desember 2004 silam.

Sumber: Diwana Koeta Radja Ed. 1

Si Gampong Pande

Setelah mengetahui sejarah Gampong Pandee, tak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi salah satu lokasi wisata kota Banda Aceh itu. Estetika dari pahatan nisan para makam sultan begitu unik, aksara arab memenuhi permukaan batu yang berumur ribuan tahun itu.

Tinggi nisan kira-kira sepinggang orang dewasa, diantaranya hanya selutut. Penemuan koin emas (dirham) dan pedang emas yang mengejutkan warga tahun lalu juga berada di Gampong Pande. Tepatnya di Krueng Doy. Siapa sangka, Fatimah (45), menemukan koin emas itu.

peta
Jarak antara Mesjid Raya Baiturrahman dan Gampong Pande 2.9 KM. Dapat ditempuh selama 5-8 Menit jika menggunakan kendaraan bermotor (Foto: google.com/maps)

Pengunjung desa Gampong Pande saat ini terbilang sedikit, jika hari kerja, hampir tidak ada pengunjung. “Biasa anak muda jalan-jalan disini (Gampong Pande) sore, itu pun banyak yang Cuma lewat aja ke pinggir laut,” ujar pemuda yang sedang nongkrong di warung kopi pinggiran tugu nol Banda Aceh.

Peta makam beserta nama-nama sultan yang dimakamkan di Gampong Pande tidak ada, hal ini membuat pengunjung menebak-nebak si empunya makam. Juga rumput yang meninggi turut mencondongkan anggapan bahwa situs purbakala ini kurang terawat. Namun kebersihan akan sampah patut diacungi jempol.

Tidak ada sampah yang berserakan turut menambah rasa nyaman saat membayangkan di tanah ini pernah hidup sosok-sosok mulia nan perkasa, seakan membawa kita kembali ke masa lalu.

Ke Gampong Pande

Tanpa pemandu, anda dapat dengan mudah menemukan situs sejarah ini. Banyak sekali papan penunjuk arah komplek pemakaman, hampir di setiap tikungan. Papan itu dicat coklat dan dituliskan jarak, tentu saja moncong papan mengarah ke komplek pemakaman, ikuti papan itu sampai anda menemukan papan yang berikutnya.

Dari Mesjid Raya Baiturrahman menuju Gampong Pande kira-kira lima menit jika menggunakan kendaraan bermotor. Alangkah baiknya jika anda membawa kamera untuk mengabadikan situs-situs purbakala itu.

Saya menyarankan anda untuk menggunakan sepatu sport, sebab setelah sampai di Gampong, melanglang dengan berjalan kaki lebih menyenangkan.sepatu sport cukup memberi kenyamanan pada kaki, karena kelenturan sol dan kelembutan dinding sepatu.

Anda tidak perlu membawa makanan atau minuman jika itu merepotkan dan hanya menambunkan tas. Ada sedikitnya lima kedai kecil tersebar di Gampong Pande, menjual minuman dingin dan makanan ringan untuk menenangkan perut selama melanglang.

Bagi anda yang berpergian sendiri, pastikan membawa tripod. Tripod cukup membantu ketika anda hendak masuk kedalam frame. Juga ketika hendak mengambil video.

IMG_20140424_122048
Komplek Makam Putroe Ijo (Foto: Iqbal Perdana/ sukatulis.wp.com)

Tidak ada pemungutan apapun di Gampong Pande, anda bebas masuk ke komplek pemakaman. Namun tentu saja harus berbusana sopan dan tidak diperkenankan masuk bagi wanita yang sedang kedatangan bulan. Jagalah kebersihan Gampong dengan membuang sampah pada tempatnya.

Warga Gampong Pande yang ramah mewajibkan anda mengikuti keramahannya. Ajak mereka berbincang untuk menambah wawasan mengenai Gampong Pande saat ini. Sudah tidak sabar ingin mengunjungi Gampong Pande?

Anda dapat menghubungi biro perjalanan untuk mengunjungi lokasi-lokasi wisata Kota Banda Aceh, termasuk Gampong Pande. Dapatkan informasi biro perjalanan DISINI, jangan lupa memesan “atap” selama berada di Banda Aceh. Hubungi Hotel dan Wisma di Kota Banda Aceh DISINI.

Curcol: Selama menulis naskah lomba ini, saya percaya Ms. Word 2007 dapat membantu saya dalam penulisan, terbukti software besutan Microsoft itu menerbitkan 1008 kata untuk saya. Dalam hal mengambil potong-potong gambar selama mengunjungi Gampong Pande, saya mengandalkan kamera HP, kamera 8 MP yang tertanam saya manfaatkan semaksimal mungkin agar memperoleh gambar yang menarik. Termasuk saat mengambil rekaman video, lagi-lagi saya “membanting tulang” hp hitam itu. Saya menggunakan software VideoPad Video Editor untuk mengedit video, memasukkan gambar, dan lagu latar (Instrumental Tarek Pukat). Anda dapat memperoleh software itu DISINI.

Terakhir, berikut saya cantumkan beberapa sumber sejarah dan potong tulisan untuk memperkuat “kisah perjalanan” saya selama di Gampong Pande, sungguh menarik, anda patut berkunjung!

Sumur

Sumur

Sumur

6110f7bfb8b1bb898e5a615e93dcaddc
Charming Banda Aceh (Foto: behance.net)

25 tanggapan untuk “Gampong Pande, Meneropong Banda Aceh Masa Lalu”

  1. Keren Iqbal, telah mengulas lebih dalam dan terperinci. Merunut dan mengisahkan masa silam memang bukan hal muda, membuat kata-kata untuk muda dicerna dan dibaca oleh siapa saja itulah hal penting seperti yang tersampaikan dari tulisan di atas 🙂

    Semoga juara 😉

    Suka

  2. Ping-balik: aneh2saja

Tinggalkan Balasan ke Iqbal Perdana Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.